Wafatnya
Neil Armstrong, astronot Amerika pada Sabtu, 25 Agustus di Ohio, sontak
mengejutkan dunia astronomi. Bukan saja karena nama besar yang
disandang astronot yang dikenal rendah hati ini, namun juga soal kisah
pendaratan di Bulan pada 20 Juli 1969.
Awak Apollo 11 saat pra peluncuran (dok. NASA) |
Misi
Apollo untuk pendaratan di Bulan sebenarnya tidak hanya dilakukan dengan
Apollo 11 saja. Masih ada 5 misi Apollo lanjutan yang melakukan
pendaratan di Bulan, meskipun yang paling dikenal tentunya Apollo 11,
sebagai wahana pertama yang menjejakkan kaki. Dengan wahana inilah, Neil
Armstrong bersama kedua rekannya, Edwin Aldrin dan Michael Collins,
melakukan penjelajahan luar angkasa ke Bulan. Sebuah prestasi yang
sangat membanggakan bagi Amerika Serikat saat itu, karena persaingannya
dengan Uni Sovyet, termasuk dalam bidang astronomi, berhasil menancapkan
nama Amerika Serikat sebagai negara pertama yang berhasil mengirimkan
manusia ke Bulan.
Sayangnya,
gegap gempita pendaratan Bulan diwarnai berbagai isu tak mengenakkan.
Pendaratan di Bulan hanya hoax belaka. Isu ini yang terus dihembuskan
hingga kini oleh kelompok yang tidak mempercayai
adanya pendaratan di Bulan. Tak kurang-kurang mereka menyodorkan berbagai pernyataan dan pertanyaan terkait keganjilan tentang pendaratan di Bulan ini. Tak sedikit yang terus meminta, bahkan di penghujung hidup sang astronot, Neil Armstrong, agar menceritakan "fakta" sebenarnya, bahwa tak pernah ada pendaratan di Bulan! Misi pendaratan ini adalah konspirasi belaka! Kurang lebih begitulah teriakan dari kelompok yang kontra ini.
adanya pendaratan di Bulan. Tak kurang-kurang mereka menyodorkan berbagai pernyataan dan pertanyaan terkait keganjilan tentang pendaratan di Bulan ini. Tak sedikit yang terus meminta, bahkan di penghujung hidup sang astronot, Neil Armstrong, agar menceritakan "fakta" sebenarnya, bahwa tak pernah ada pendaratan di Bulan! Misi pendaratan ini adalah konspirasi belaka! Kurang lebih begitulah teriakan dari kelompok yang kontra ini.
Kibaran atau getaran? (dok. NASA) |
Mengapa
bendera terlihat berkibar di Bulan, padahal di sana tak ada udara
(artinya tak ada angin pula)? Ini pertanyaan yang paling sering diajukan
oleh kelompok yang kontra. Meskipun sebenarnya pertanyaan ini sudah
terjawab. Bendera yang ditancapkan di Bulan tidak semata-mata hanya
menggunakan tiang vertikal, tapi juga menggunakan tiang horizontal yang
mengakibatkan bendera tampak terentang. Kenapa terlihat seakan berkibar
seperti tertiup angin? Jawaban tepatnya, bukan berkibar tapi bergetar
karena gaya yang ditimbulkan dari gerakan tiang saat ditancapkan oleh
astronot dengan cara memutar-mutar tiang vertikalnya. Getaran yang terus
berlangsung ini diakibatkan oleh kondisi Bulan yang hampa udara dan
percepatan gravitasinya yang sangat kecil (hanya 1/6 percepatan
gravitasi rata-rata Bumi). Dengan kata lain gaya luar yang bisa
memperlambat getaran nyaris tidak ada.
Oke,
lantas kenapa jejak bendera ini tidak "terlacak" teleskop kini?
Mungkinkah bendera yang ditancapkan di sana telah hancur lebur diterpa
kondisi Bulan yang begitu ekstrim (100 °C di siang hari dan -180 °C di
malam hari)? Bisa jadi. Kabar terbaru menyatakan, jejak pendaratan di
Bulan telah terindentifikasi LRO (Lunar Reconnaissance Orbiter),
wahana satelit pengamat Bulan yang diluncurkan pada 18 Juni 2009.
Bendera memang tidak mudah untuk teramati dari Bumi menggunakan teleskop
karena ukurannya yang relatif kecil, pun demikian pengamatan dari LRO
yang tidak mudah menemukan jejak bendera, meskipun beberapa jejak
bendera dari beberapa misi Apollo akhirnya bisa terlacak.
Citra permukaan Bulan yang diambil oleh Lunar Reconnaissance Orbiter di lokasi pendaratan Apollo 17 (dok. NASA) |
Tinggalkan
soal bendera. Sekarang, mengapa tak tampak kerlip bintang di langit
Bulan pada foto pendaratan di sana? Logikanya, kondisi Bulan yang tanpa
atmosfer tentunya justru membuat bintang-bintang ini terlihat lebih
terang karena cahayanya tidak dihamburkan udara. Jawabannya, faktor
kamera. Kamera yang digunakan saat itu sensivitasnya belumlah setinggi
kamera-kamera jaman sekarang. Gampangnya, ambil kamera HP atau kamera
saku anda yang resolusinya tidak setinggi kamera DSLR. Ambil gambar
sebuah tiang yang ditancapkan di tanah lapang tidak terhalang pepohonan
maupun bangunan saat malam hari, nah, seberapa banyak bintang yang
terekam melatarbelakangi obyek yang kita foto? Begitulah kira-kira
gambaran pemotretan di Bulan saat itu. Obyek yang difoto bukanlah
angkasa raya dilihat dari permukaan Bulan, tetapi benda yang ada di
daratan Bulan.
Persoalan
bendera dan langit Bulan yang disinggung di atas, hanyalah segelintir
pertanyaan dan pernyataan yang diajukan kelompok yang kontra ini. Masih
banyak lagi yang lain, yang seakan tiada habisnya dilontarkan dari waktu
ke waktu. Isu-isu yang terus dihembuskan dan akan terus menjadi
kontroversi, dan kembali hangat dibicarakan saat ini, manakala sang
astronot berpulang ke haribaanNya. Soal percaya tidak percaya, pro dan
kontra rasanya akan selalu ada, meski di satu sisi bukti-bukti
bermunculan, yang terus diiringi sanggahan-sanggahan yang juga timbul.
Ya, selalu ada warna putih dan warna hitam di dunia ini. Semuanya
kembali berpulang pada diri kita, mana yang kita percaya? Atau,
alih-alih mempersoalkan kebenaran atau ketidakbenaran pendaratan di
Bulan kita justru lebih memikirkan persoalan lain? Semisal, bagaimana
nasib Bumi kita berpuluh tahun ke depan, apakah menjadi Venus kedua
karena efek rumah kaca dan polusi udara yang semakin menyesakkan dada?
Jika Neil Armstrong telah menjejakkan coretan panjang sejarah ilmu
pengetahuan, bagaimana dengan kita?
Neil Armstrong saat perayaan 50 tahun NASA tahun 2008 |
Ah, terlalu rumit nampaknya. Lebih mudah untuk mengucapkan, selamat jalan Neil Armstong!
***
Disarikan dan dirujuk dari beberapa artikel di langitselatan.com dan space.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar